BANDA ACEH|BN– Sekretaris Komisi I DPR Aceh, Tgk Harun S.Sos mengungkapkan tentang perlakuan Pemerintah Pusat terhadap daerah terutama Aceh yang terkesan diskriminatif sehingga mengakibatkan pembangun di Aceh tak dapat dilaksanakan sesuai dengan keinginan rakyat, karena terbentur aturan yang dibuat oleh Pemerintah Pusat.
“Kita akui juga, perekonomian Aceh mengandalkan APBD/APBK. Karena apapun yang akan dibuat di Provinsi Aceh sangat tergantung dengan Pusat, segala kewenangan untuk provinsi itu sangat terbatas untuk Aceh. Ibaratnya, kepalanya selalu dilepas tetapi ekor dikekang,” ujar Tengku Harun Kepada Bongkarnews.com, Rabu 5 Oktober 2016.
Komentar pedas sang anggota dewan dari partai lokal itu terkait dengan penyusunan Qanun baru tentang pariwisata. Dia lebih memilih menjalankan Qanun yang sudah ada dari pada membuat Qanun baru.
“Adat istiadat berbeda beda ini yang jadi kendala di daerah, sekalipun daerah itu seperti Sabang. Untung Sabang sangat mendukung, karena strategisnya, lingkungannya, alamnya, dan siapapun yang memimpin tetap akan menjaga kelestarian alam Kota Sabang sendiri, dan Sabang adalah lebih baik untuk saat ini,” puji dia.
Tgk Harun juga menjelaskan, jika aturan dari Pemerintah Pusat mengharuskan setiap provinsi mengikuti kemauan pusat, maka kreativitas daerah di sektor wisata sangat sukar diwujudkan seperti diharapkan.
“Jika dilihat, seluruh provinsi di Indonesia ini sangat sulit mengembangkan diri karena semua regulasi itu di Pemerintah Pusat, sistem regulasi ketergantungan dan bahkan mengikat karena seluruh Indonesia itu sama tidak ada perbedaan. Ini tidak mungkin karena Rakyat kita majemuk beratus suku di negara Indonesia dan peradabannya berbeda,” ujar Tgk Harun
Kesan selama ini, ujar Harun, apapun produk aturan daerah seperti simbol saja, akibat Pemerintah Pusat sering menakut-nakuti Provinsi dengan sanksi pemotongan anggaran, baik APBN maupun Otsus.
“Kalau begini, seluruh provinsi lebih takut jika anggaran tersebut dipotong karena membuat gebrakan jauh. Jadi kita mengharapkan Pemerintah Pusat memberikan beberapa kelonggaran dalam memajukan daerah menjadi lebih baik,” pinta Harun.
Anehnya sikap berbeda ditunjukan Pemerintah Pusat untuk Pemerintah DKI, dimana Peraturan Menteri Khusus tentang Provinsi DKI sudah dibuat dan heran Tengku Harun, mengapa Peraturan Menteri Khusus tentang di Aceh tidak disusun?.
“Apa bedanya Provinsi Aceh dan DKI yang sama-sama daerah Istimewa dan Daerah Khusus, inilah menjadi kendala terutama tentang penggabungan SKPA dan ini bertentangan dengan PP Nomor 18 tahun Pasal 118 B ada daerah khusus. Akibatnya regulasi dari kabupaten/kota, sering terjadi bentrok dengan aturan di Pusat,” ujarnya. [AZWAR]