Direktur Eksekutif Walhi Aceh: PT. SPS II Gagal Lahan Gambut Tripa Dari Kebakaran

oleh -453 Dilihat
oleh
Ilustrasi kebakaran

Banda Aceh (Atjehdaily)- Pembukaan lahan gambut Tripa yang sangat penting bagi Ekosistem Leuser terus terjadi di dalam konsesi kelapa sawit PT. Surya Panen Subur (SPS) II. Menjelang 9 Juni 2017, kanal gambut baru dibangun dan kebakaran ilegal terjadi untuk membuka lahan, total 24 hektar hutan hilang di dalam konsesi.

Menurut Muhammad M. Nur, Direktur Eksekutif Walhi Aceh, kawasan ini dianggap sangat penting bagi habitat orangutan Sumatra yang terancam punah dan berperan sebagai penyerap karbon global. Kerusakan lahan gambut terus berlanjut meski moratorium pemerintah mengenai pembukaan hutan untuk pengembangan kelapa sawit telah dikeluarkan untuk melindungi lahan gambut Indonesia.

“Kini total 174 hektare lahan telah dibuka oleh PT. SPS II sejak surat edaran pemerintah kepada perusahaan kelapa sawit di Aceh dikeluarkan pada bulan Juni 2016,” lapor dia melalui rilis pers, 18 Agustus 2017 –

Urainya, lebih dari 4.000 hektar hutan yang oleh para konservasionis masih dianggap sebagai habitat penting yang layak dilindungi berada dalam konsesi PT. SPS II, namun selama tiga tahun terakhir, perusahaan tersebut belum mengambil tindakan tegas untuk menghentikan pembukaan perkebunan kelapa sawit ilegal di dalam batas konsesinya.

“Upaya konservasi Tripa harus melibatkan berbagai komponen, mulai dari pemerintah, perusahaan kelapa sawit yang beroperasi dan masyarakat lokal untuk memastikan agar dapat diimplementasikan dan dipatuhi oleh semua pihak terkait. Selain itu pemberian atau perpanjangan HGU kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit juga harus mempertimbangkan hak-hak adat dan mengedepankan nilai teritorial daerah yang berdekatan dengan pemukiman dan perkampungan untuk membangun pola interaksi yang positif antara perusahaan dan masyarakat.”

Komitmen dari pemerintah dan perusahaan sangat dibutuhkan untuk menjamin hak atas tanah bagi masyarakat desa Kuala Seumayam dan desa Pulo Kruet yang tinggal di dalam kawasan HGU PT. SPS II agar bisa menemukan solusi berkelanjutan atas aktifitas penghancuran hutan, kebakaran ilegal, pendirian perkebunan dan kanal yang menyebabkan hilangnya akses masyarakat terhadap tanah, perikanan dan sumber pendapatan lainnya

Selain itu, PT. SPS II diharapkan bisa segera menangani konflik lahan gambut bersama dengan masyarakat dan pemerintah provinsi sehingga mereka dapat membangun kemitraan untuk memastikan pengembangan mata pencaharian alternatif selain sawit dan perlindungan jangka panjang Tripa.

“Secara perhitungan ekonomis masyarakat menyadari bahwa hutan lebih banyak membawa keuntungan dibandingkan dengan mengelola kebun kelapa sawit, kondisi hutan gambut yang telah berubah menjadi sawit mulai membuat penghasilan masyarakat yang tergantung pada hasil hutan menurun. Kondisi tersebut menimbulkan pro dan kontra terhadap keberadaan perusahaan dikarenakan masyarakat telah kehilangan mata pencaharian dari hutan yang masuk kedalam areal HGU perusahaan,” ungkap Monalisa, Pakar Gambut Aceh pada diskusi publik mengenai perbaikan tata kelola rawa gambut Tripa di Universitas Unsiyah. (r)