Gubernur Zaini Dinilai Layak Dapatkan Rekor MURI

oleh -318 Dilihat

SK Pergantian dan pengangkatan pejabat di lingkungan Setda Aceh. Foto: Ist
SK Pergantian dan pengangkatan pejabat di lingkungan Setda Aceh. Foto: Ist

Banda Aceh | AP–Dalam Rapat Paripurna ke- 3 Masa Persidangan II Tahun 2016 yang berlangsung di gedung utama Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, Rabu 29 Juni 2016, anggota DPR Aceh dari Fraksi Golkar drh Nuraini Maida menyindir keras kebiasaan pergantian dan pelantikan pejabat dijajaran Pemerintah Aceh.

Seperti diinformasikan, beberapa hari yang lalu, Gubernur Aceh telah melakukan kembali perombakan kabinetnya dengan memberhentikan beberapa kepala dinas dan menetapkan penggantinya, yang sebahagiannya menempatkan para birokrat dari tingkat kabupaten menjadi anggota kabinet zikir yang terbaru.

“Mungkin inilah peristiwa mutasi yang terjadi sebanyak 18 kali mutasi selama 4 tahun pemerintahan zikir ini. Sebuah prestasi zikir yang luar biasa, sehingga ada yang menyebutkan prestasi perombakan cabinet ini, Gubernur Aceh layak mendapat anugerah MURI,” demikian kritikan pedas anggota Fraksi Golkar, drh Nuraini Maida.

Selain menyinggung isu perombakan pejabat Aceh, Istri dari Ir. Hamonangan Harahap juga menyinggung isu pelaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung, yaitu Pilkada tingkat provinsi Aceh dan 20 pilkada Kabupaten/kota.

IMG-20160622-WA0021“Para kandidat Gubernur, Bupati dan walikota beserta pasangan-pasanganya tentu telah siap berjuang untuk memenangkan kompetisi politik yang paling panas sepanjang tahun 2017 nantinya. Hal ini tentu akan berimbas pada kemungkinan terjadinya gesekan-gesekan provokasi dan kampanye tidak sehat yang dilakukan oleh kandidat sendiri dan juga oleh para pendukung dan juru kampanye masing-masing,” ujarnya.

Anggota DPRK Aceh Utara periode 1999-2004 dan periode 2004-2009 serta anggota DPR Aceh 2009-2014 ini mengingatkan Pemerintah, KIP dan aparatur negara bila tidak mampu mengemas pelaksanaan pilkada ini secara baik, maka pastilah akan berimbas pada keamanan, kedamaian dan ketentraman masyarakat.

“Untuk itu kami mengharapkan agar para kontestan pilkada benar-benar dapat berkompetisi secara santun, penuh kearifan, menjaga adat budaya aceh serta menghindari fitnah, tidak menyalahkan kontestan lain serta tidak melahirkan konflik dalam masyarakat,” ujar Ibu dari tiga anak ini mengingatkan.

Dalam pelaksanaan pilkada tahun 2017 yang akan datang, Fraksi Golkar di DPR Aceh mengusulkan supaya rekap penghitungan suara tidak dilakukan di TPS, tapi dikumpulkan di kecamatan untuk dilakukan perhitungan di depan saksi-saksi yang diutus oleh masing-masing kontestan. Selain itu harap politisi perempuan asal Dapil 5 ini menyarankan agar waktu pencoblosan hendaknya diperpanjang dari pukul 09.00 WIB sampai pukul 15.00 WIB.

“Banyak masyarakat pemilih yang datang setelah shalat dzuhur sehingga bila ditetapkan sampai pukul 13.00 wib niscaya banyak pemilih yang tidak dapat memberikan suaranya di TPS,” sarannya.

Bukan cuma soal mutasi dan pilkada, Perempuan kelahiran Lhoksukon 27 September 1956 silam ini juga menyinggung konflik agraria dan sengketa lahan. Dalam beberapa tahun terakhir ini sebut ibu kandung dari Stillo Santhaes ini, Aceh banyak terjadi sengketa lahan dan tumpang tindih kepemilikan lahan yang disebut dengan konflik agrarian.

“Kami mengharapkan agar dalam masalah ini pemerintah Aceh dan Kabupaten/kota proaktif menyelesaikan konflik agraria ini yang marak terjadi di berbagai daerah, seperti di Aceh barat Bandar udara Rambele, Lahan Universitas Gajah Putih di Aceh tengah, sengketa lahan di Aceh Singkil, Subulussalam, Aceh Tenggara dan lain-lain. Kami sangat kuatir, bila masalah ini tidak diselesaikan dengan arif dan bijaksana maka hal ini bisa menjadi bom waktu dan dapat terjadi peristiwa masuji kedua, seperti yang pernah terjadi di Provinsi Lampung,” ingatnya.

Di akhir kesempatan pemandangan umum ini dia juga menyampaikan keluh kesah masyarakat Aceh Selatan, yaitu masalah Pembangunan Jembatan Paya Dapur Gampong Tinggi, yang sudah beberapa tahun tidak dilanjutkan pembangunannya. Melalui alokasi dana APBA tahun 2014 katanya, abotmen jembatan ini sudah selesai dikerjakan. Kemudian pada tahun 2015 dan 2016, sudah diusulkan dana penyelesaian jembatan tersebut sekitar Rp.30 milyar.

“Namun entah karena pertimbangan apa, pemerintah Aceh tidak mersepon usulan dana tersebut, sehingga proyek jembatan itu sudah terbengkalai selama 3 tahun. Perlu kami sampaikan bahwa pembangunan jembatan tersebut sangat penting dan strategis, karena menghubungkan kluet selatan dengan kluet timur. Rakyat setempat sangat mengharapkan agar pembangunan jembatan tersebut dapat dilanjutkan sehingga tidak ada kesan dan anggapan bahwa permintaan masyarakat Aceh Selatan sengaja diabaikan oleh Pemerintah Zikir,” demikian ujar dia dalam pemandangan umum itu [Bongkarnews]