Apalagi itu, kata Dia; Surat resmi meminta RDP sudah disampaikan ke DPRK Aceh Tamiang pada 19 Juli 2024 lalu, tapi sangat disesalkan hingga kini tidak ada tindak lanjut tahapan RDP-nya, termasuk jadwal kongkretnya serta jawaban surat yang dikirimkan.
KUALASIMPANG | atjehdaily.id – Akibat terutang 2.260,05 barel Minyak Mentah (Mintah), pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), PT. Kwala Simpang Petroleum (PT.KSP) sudah dua kali surati PT. Labang Donya Perkasa (PT.LDP) untuk melunasi kewajibannya.
Sementara Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) desak Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) dan Ketua Komisi 1 DPRK Aceh Tamiang. Padahal Forum Corporate Social Responsibility (FCSR) sudah melayangkan surat pada 19 Juli 2024 lalu. Namun belum juga ada jawaban.
Begitu disampaikan Direktur Eksekutif LembAHtari yang juga Ketua FCSR Aceh Tamiang. Sayed Zainal M, SH, pada atjehdaily.id. Kamis, 22 Agustus 2024 di Kualasimpang.
Sayed menyebut bahwa; ada ke tidak jelasan terkait pengelolaan sumur minyak dan gas oleh BUMD melalui kerja sama dengan PT.LDP serta operatornya PT Tamiang Raya Energi (PT.TRE), “Saya tekankan kepada pimpinan DPRK Aceh Tamiang dan Komisi 1 agar segera gelar RDP tentang kerja sama pengelolaan sumur minyak dimaksud, jangan main-main ini menyangkut hajat hidup masyarakat Aceh Tamiang,” tegasnya.
Apalagi itu, kata Dia; Surat resmi meminta RDP sudah disampaikan ke DPRK Aceh Tamiang pada 19 Juli 2024 lalu, tapi sangat disesalkan hingga kini tidak ada tindak lanjut tahapan RDP-nya, termasuk jadwal kongkretnya serta jawaban surat yang dikirimkan.
Forum CSR berpendapat perlu kiranya KSO antara BUMD PT KSP dengan Labang Donya Perkasa (LDP) atau dengan PT Tamiang Raya Energi (TRE) di audit secara independen.
Mengingat jumlah sumur Kuala Simpang Timur – Kuala Simpang Barat terlalu besar diberikan kepada LDP atau PT TRE. “Namun, dalam pelaksanaannya sejak awal sudah mengalami kerugian dan berpotensi bisa terjadi praktik korupsi,” tambah Sayed.
Dua Kali Diberi Surat Peringatan
Dari informasi dan data yang dikumpulkan, bahwa; surat peringatan pertama tertanggal 3 Juli 2024 dengan nomor :17/KSP/VII/2024 ditandatangani langsung oleh Direktur PT.KSP, Fauzi.
Berdasarkan laporan progress KSO Tamiang Raya Energi periode Mei 2024, diketahui bahwa PT.TRE telah memiliki hutang kewajiban NSO kepada PT Pertamina EP sebesar 2.260,05 barel.
Terkait hutang tersebut diminta untuk segera mengambil langkah – langkah dalam penyelesaiannya termasuk upaya peningkatan produksi ke depannya.
Pada surat peringatan pertama ini dikatakan juga, bahwa; pihak pengurus PT.TRE yang berasal dari PT.LDP diketahui belum menyelesaikan kewajiban pengusaha kena pajak sehingga berdampak pada faktur pajak pembuatan invoice ke PT Pertamina EP.
Sementara surat peringatan kedua yaitu tertanggal 19 Agustus 2024 Nomor : 25/KSP/VIII/2024 yang juga ditandatangani langsung Fauzi, Direktur BUMD PT.KSP.
Pada surat kedua ini disebutkan, agar PT.LDP dapat menanggapi surat yang sudah dikirimkan secara profesional, dikarenakan hutang NSO PT.TRE periode Juli 2024 sudah mencapai 2.964,57 barel.
Kemudian berdasarkan join venture agreement, BUMD sebagai pemegang saham pengendali belum melihat adanya itikad baik pihak pengelola dalam memenuhi perjanjian kepada BUMD maupun Pertamina EP sebagai mitra kerja.
Bahkan ingin mengetahui apakah sudah menyetorkan dana cash in advance untuk komitmen tahun kedua sesuai perjanjian.
Poin berikutnya, BUMD sebagai badan hukum usaha pemerintah daerah meminta agar memberikan copy WP&B dan RPTK yang disetujui, program kerja dalam AFR, realisasi optimasi produksi existing kepada KSO (Pertamina EP),hal ini sebagai acuan kerja. Karena terhambatnya segala proyek yang berinvestasi di Aceh masuk dalam pengawasan Satgas Polda Aceh.
Direktur BUMD PT.KSP. Fauzi, SH; membenarkan, bahwa pihaknya sudah dua kali melayangkan surat peringatan kepada PT Labang Donya Perkasa terkait lambannya pengelolaan sumur minyak di areal milik BUMD yang diberikan Pertamina EP.
Fauzi menyayangkan, sampai saat ini pihaknya belum menerima jawaban terkait surat yang disampaikan tersebut, “Kita tetap berusaha menjalin komunikasi sebaik mungkin, jika hal ini juga tidak di gubris, mungkin langkah – langkah lain akan segera di ambil, tidak tertutup kemungkinan bisa pemutusan kerja sama,” kata Fauzi.
Saat disinggung adanya permintaan agar dilaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRK Aceh Tamiang terkait usaha kerja sama pengelolaan sumur minyak tersebut, Fauzi secara tegas menyampaikan, pihaknya mendukung upaya RDP ini, sehingga dapat dijelaskan secara rinci apa yang menjadi persoalan terkait pengelolaan sumur minyak oleh BUMD. “Intinya kami siap hadir untuk RDP,” ancamnya.
Secara tidak langsung efek NSO yang tidak terpenuhi berdampak pada berkurangnya pendapatan daerah terhadap hasil minyak tersebut.
Awalnya saat masih di kelola Pertamina Pemkab masih mendapatkan bagi hasil, sebaliknya; jangankan bagi hasil tetapi daerah menanggung beban kehilangan hasil minyak yang tidak bisa dikelola dan di pertahankan oleh KSO TRE selaku operator.
“Saya pikir sangat mantap kalau dilakukan RDP dan di saat RDP perwakilan Pertamina PE Business Partnership bisa hadir, jadi dapat menemukan titik terang atas kerugian negara sebanyak 2900 barel tersebut,” Pungkasnya. [Syawaluddin].