Sikapi Situasi Demokrasi Indonesia Khususnya Aceh, GeRAK Gelar Konsolidasi Orang Muda

oleh -188 Dilihat

Banda Aceh (AD)- GeRAK Aceh berkolaborasi bersama Dewan eksekutif mahasiswa FISIP Uin Ar-raniry melaksanakan konsolidasi orang muda menyikapi situasi demokrasi Indonesia saat ini khususnya di Aceh.

Konsolidasi Orang Muda ini dilaksanakan di Museum Teater UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Rabu, 8 Oktober 2025.

Konsolidasi ini merupakan bentuk kolaborasi Gerakan anti korupsi (GeRAK Aceh) dalam memberikan ruang untuk orang muda berdiskusi bersama yang di hadiri 70 peserta dari 25 komunitas dan organisasi kampus yang di buka lansung oleh wakil dekan III fisip uin Ar raniry Banda Aceh.

Tim progam GeRAK, Destika Gilang Lestari menyampaikan, kegiatan ini bagian dari upaya kolaborasi dari GeRAK Aceh bersama para komunitas muda.

“Ini kita lakukan sebagai bentuk konsolidasi orang muda, dimana semua bebas menyampaikan pendapat melihat situasi demokrasi kita hari ini. Jadi, yang di depan hanya pemantik diskusi dan semua yang hadir adalah narasumber,” kata Gilang.

BACA..  Kapolda Aceh Hadiri Pelantikan Dewan Ekonomi Aceh

Sementara, Al Qadri Naufal (Ketua Dema Fisip) menyampaikan bahwa, demokrasi Indonesia tengah menghadapi tantangan serius, dari dominasi oligarki politik, politik uang, hingga menurunnya partisipasi kritis generasi muda.

Di Aceh, kata Naufal, dinamika ini semakin kompleks dengan persoalan otonomi khusus yang belum sepenuhnya menjawab kebutuhan rakyat. Ketimpangan sosial, kemiskinan, dan lemahnya transparansi menjadi realitas yang perlu dikritisi bersama.

“Mahasiswa, sebagai agen perubahan dan intelektual muda, punya peran penting untuk mengembalikan makna sejati demokrasi: berpihak pada rakyat,” ujarnya.

Selain itu, Naufal menjelaskan, saat kampus kehilangan suara kritisnya, bangsa pun kehilangan masa depannya. Karena itu, sudah saatnya orang muda Aceh bangkit, berpikir tajam, bertindak berani, dan bersatu dalam perjuangan untuk demokrasi yang adil serta pendidikan yang memerdekakan.

BACA..  Lantik Kepala SKPA, Gubernur Mualem Ingatkan Percepatan Serapan Anggaran

Lebih lanjut, Istiqamah dari Forum Perempuan Aceh menjelaskan fakta bahwa dari 81 kursi DPRA Aceh, hanya 7 diduduki perempuan itu 8,6 persen, jauh di bawah target nasional 30 persen.

“Ini krisis representasi akut. Bagaimana kita bicara demokrasi kalau 91 persen kursi dikuasai satu gender? Ini paradoks menyakitkan. Kita hormati Cut Nyak Dhien sebagai pahlawan, tapi abaikan suara perempuan di parlemen hari ini,” ungkap Istiqamah.

Menurutnya, ketimpangan ini terjadi karena hambatan struktural (kuota tanpa sanksi), kultural (stigma perempuan tidak cocok di politik), dan personal (akses terbatas). Perempuan muda menghadapi tantangan berlapis dianggap terlalu muda dan terlalu perempuan untuk memimpin. Tapi generasi muda punya kekuatan digital native, kreatif, dan terbuka pada kesetaraan.

BACA..  Awas! Penipu Catut Nama Ketua PWI Aceh Masih Incar Korban

“Saya ajak perempuan muda berani ambil ruang, laki-laki muda jadi sekutu, dan semua bergabung dalam gerakan ini. Perubahan dimulai dari kita, hari ini, dari Aceh,” ajak Istiqamah.

Hal senada juga disampaikan oleh Koalisi Anak Muda Demokrasi Resilience, Kausar Muharaya menyampaikan, demokrasi seharusnya kritis dan dibangun dari anak muda, karena anak muda jadi garda terdepan apakah demokrasi bangsa akan membaik atau memburuk.

“Peningkatan ‘kapasitas’ anak muda sejalan dengan peningkatan ‘kualitas’ demokrasi bangsa, dan ruang ruang seperti ini harus di ambil oleh orang muda hari ini,” ujar Kausar.

Pada ahir sesi, semua peserta yang hadir berdiskusi merumuskan gerakan bersama yang akan dilakukan orang muda dalam mengawal dan menjaga keutuhan demokrasi di Indonesia khususnya di Aceh. (*)