Banda Aceh | Forum Anti-Korupsi dan Transparansi Anggaran (FAKTA) mengungkap sinyalemen pungutan liar (pungli) yang terjadi di sejumlah satuan kerja pemerintah Aceh (SKPA).
Praktik curang itu diduga terjadi melalui berbagai macam modus, seperti pungutan biaya kontrak sebesar Rp 2 juta hingga biaya evaluasi yang bisa mencapai 5 persen dari nilai kontrak.
“Informasi ini kami dapatkan berdasarkan pengakuan rekanan. Mereka sangat mengeluh dengan berbagai pungutan yang diterapkan oknum dinas,” ujar koordinator FAKTA Indra P Keumala, Jum’at (24/6/2016).
Dugaan pungli, sambung Indra, justru terjadi pada dinas teknis yang memiliki hubungan langsung dengan peningkatan hajat hidup masyarakat. Misalnya Dinas Pendidikan Aceh, yang berdasarkan pengakuan kontraktor, oknum di dinas membebankan biaya kontrak mencapai Rp 2 juta per paket pekerjaan.
“Kami juga memperoleh pengakuan dari salah seorang PPTK pada bidang dikmen bahwa pungutan biaya kontrak memang ada. Namun pejabat itu berdalih bahwa pihaknya tidak memaksakan rekanan harus menyetor dana dalam jumlah tersebut,” terangnya.
Indra mengatakan, pada tahun 2016 ini terdapat sekitar 310 paket pekerjaan yang dikelola bidang dikmen dinas pendidikan Aceh. Jumlah tersebut terdiri dari paket fisik dan pengadaan.
“Jika setiap paket dikenakan biaya Rp 2 juta, maka ada sekitar RP 620 juta yang mengalir ke kantong oknum. Belum lagi pungutan biaya evaluasi yang jumlahnya sangat fantastis,” paparnya.
Padahal, sebut Indra, seluruh kebutuhan pembuatan kontrak, mulai dari kertas, printer dan tintanya, semua mutlak menggunakan inventaris milik negara. Namun pungutan yang diambil dari rekanan justeru disetor ke kantong oknum pejabat.
“Saya pernah mendiskusikan hal ini kepada pejabat terkait. Namun untuk kasus pungli, audiensi kami terakhir tidak direspon karena tengah menerima sejumlah tamu utusan pendopo,” ungkapnya.
Indra juga mengungkapkan adanya praktik pungli yang terjadi di sejumlah dinas lainnya, seperti Dinas Cipta Karya dan Dinas Pengairan Aceh. Pihaknya mendesak aparat penegak hukum terutama kejaksaan untuk melakukan penyelidikan terhadap kejahatan jenis ini.
Ditambahkan, berdasarkan informasi dari anggota DPR Aceh Buhari Selian, untuk dinas Cipta Karya bahkan memungut pembayaran pajak galian C untuk proyek yang berlokasi di Aceh Tenggara dan Gayo Lues. Padahal hak pungut pajak tersebut merupakan kewenangan kabupaten/kota.
“Penyimpangan seperti ini harus segera dibenahi. Kami sedang mengorganisir pengakuan dan kesediaan pihak rekanan yang selama ini jadi korban pungli untuk melaporkannya ke penegak hukum,” demikian Indra P Keumala. (r|MU)