Karakteristik Pemimpin Pembelajaran

oleh -156 Dilihat

Oleh : Maya Puspitasari, S.Pd.I

Frasa karateristik adalah sebuah kata yang sedang booming di dunia pendidikan saat ini. Memahami apa itu karakteristik adalah sebuah penanda atau ciri khas. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kata “karakteristik adalah ciri khas seseorang yang menyesuaikan dengan perawatan tertentu”. Menurut Ryan & Bohlin, “karakteristik berpangkal dari sebuah kebiasaan atau tabiat, hasilnya sebuah kebiasaan yang baik akan mengenali kebaikan, menyenangi kebaikan, serta menjalani segala sesuatu yang mendatangkan kebaikan, begitu pula kebalikannya”. Wayn, mendefinisikan “karakteristik merupakan hal-hal yang berhubungan dengan mekanisme atau cara yang dipergunakan seseorang untuk mengimplikasikan nilai-nilai kebaikan ke dalam wujud aksi nyata maupun tingkah polahnya”. Karakter seorang individu dapat diperoleh dari nilai-nilai atau sudut pandang seseorang yang diwujudkan ke dalam bentuk tindakan. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik adalah sebuah tindakan ataupun aksi nyata yang melekat pada diri seseorang yang terbentuk dari pengaruh lingkungannya.

“Tiap-tiap manusia adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintakan pertanggungjawaban oleh Allah terhadap kepemimpinannya.” (HR. Bukhari) Ungkapan hadist ini mengingatkan bahwa setiap manusia yang diciptakan oleh Allah SWT., dan dilahirkan ke muka bumi ini adalah pemimpin, yang menggerakkan anggota badan untuk tidur, makan, bangun, mendirikan shalat, ke mesjid, atau ke sekolah. Aktivitas yang dilakukan baik atau buruk, mendatangkan pahala atau sebaliknya, akan dimintai pertanggungjawaban di yaumil akhir kelak. Dengan demikian seyogyanya manusia melakukan hal-hal yang positif, berpikir positif, bertindak positif agar mendatangkan kemaslahatan dalam hidupnya. Bukankah manusia yang terbaik adalah manusia yang sangat bermanfaat bagi sesamanya?

Gagne (1977) yaitu “pembelajaran adalah serangkaian peristiwa eksternal yang dirancang sebagai pendukung berjalannya beberapa proses belajar yang bersifat internal. Lebih detail, Gagne (1985) juga mengemukakan bahwa pembelajaran dimaksudkan adalah untuk menghasilkan sebuah proses belajar yang baik, situasi eksternal harus direncanakan sedemikian rupa untuk mengaktifkan, mendukung, dan mempertahankan proses internal yang terdapat dalam setiap peristiwa belajar”. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan aktivitas yang dilakukan seorang pendidik dengan peserta didiknya yang mendatangkan manfaat dan hikmah yang baik bagi peserta didik agar mencapai target pembelajaran yang telah direncanakan. Dalam proses belajar peserta didik akan sangat menikmati pembelajarannya bila gurunya ramah, perhatian, penuh kasih sayang, bertutur kata lembut, dan menyajikan suasana belajar menyenangkan. Jika hal ini dilakukan dengan seksama dapat dipastikan peserta didik akan sangat merindukan sosok guru tersebut dan pembelajaran ini akan sangat terkesan sampai kapanpun. Kemudian, tujuan pendidikan nasional sebagaimana dicantumkan dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, “Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban sebuah bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlakul karimah, sehat jasmani dan ruhani, berilmu, mahir, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, akan menghasilkan lulusan yang berkarakter dan bermartabat. Dengan demikian karakteristik seorang pemimpin pembelajaran dengan kata lain seorang guru haruslah dapat digugu, ditiru, serta dirindukan.

Sebagai pengemban tugas penting membimbing terbentuknya kepribadian anak didik, maka pendidik mestilah menjadi teladan utama bagi peserta didik dalam hal penguasaan dan penerapan nilai-nilai kepribadian ideal yang diciptakan untuk peserta didik. Karenanya, Alquran sama sekali tidak mengapresiasi penutur teori yang berbuat atau berperilaku kontra teori. Hal itu sangat tegas disebutkan dalam surat al-Shaff: 2-3, yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapa engkau mengucapkan sesuatu yang tidak pernah engkau lakukan? Sangat besar murka di sisi Allah bahwa engkau menyampaikan apa-apa yang tidak engkau lakukan”. Dapat diidentifikasikan bahwa anjuran untuk bertanggung jawab terhadap hal-hal yang dikatakan guru pada saat proses pembelajaran serta dapat dibuktikan dengan aksi nyata pada karateristik guru di kehidupan sehari-hari. Hal ini juga terdapat dalam filosofi bapak pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara, “ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani”. Ketika guru berada di hadapan peserta didik, segala tindak tanduknya dapat diteladani, tatkala berada di tengah-tengah peserta didik dapat memberi motivasi dan dukungan, juga pada saat di belakang mampu mendorong peserta didiknya untuk maju dan bertumbuh sesuai potensi dan kodratnya.

Dari Usamah bin Zayd, aku mendengar Nabi Muhammad saw., berkata: “Seseorang akan dibangkitkan di hari akhir kemudian dilempar ke api neraka sampai ususnya terlepas dan berputar-putar seperti keledai mengelilingi alat penumbuk gandum. Penghuni neraka berkumpul dan bertanya: ‘Hai fulan! Apa yang menimpamu, bukankah dulu kau sangat giat menyuruh berbuat baik dan menghindari berbuat celaka?’ Ia menjawab: ‘Ya, betul, dulu saya menyuruh berbuat baik tapi saya sendiri enggan mengerjakannya dan saya juga mengharamkan kefasikan akan tetapi saya pribadi mengerjakannya”. (HR. Muslim). Ungkapan hadist tersebut dapat diidentifikasi bahwa perilaku munafik sangat dibenci oleh Allah swt. Untuk itu harus dihindari oleh siapapun dengan profesi apapun, konon lagi pada posisi pemimpin, sangat tidak dianjurkan. Sudah seharusnya pemimpin pembelajaran memiliki integritas diri yang tinggi dalam melaksanakan segala aktivitas baik dalam lingkup sebagai seorang pendidik ataupun seorang masyarakat.

Dalam membersamai peserta didik selama di ruang kelas dan di lingkungan sekolah dengan berbagai macam tingkah polah, semestinya pendidik atau guru dapat mengontrol diri, sosial-emosional, dalam bereaksi. Apakah itu marah, maka marahlah dengan elegan agar tidak berdampak negatif bagi diri guru maupun peserta didik. Yang tidak disukai adalah sikap si anak didik, maka nasehati dengan sabar dan lemah lembut, bukan malah membenci individunya. Sebagaimana dalam hadist: Menceritakan kepada kami Anas ra., katanya: “Aku jadi pelayan Nabi saw., selama 10 (sepuluh) tahun. Tidak pernah sama sekali beliau berkata “ah”, kenapa kau lakukan? Dan mengapa tidak kau mengerjakannya?” (HR. al-Bukhari). Dapat disimpulkan bahwa dalam keseharian Nabi Muhammad saw. pun tidak pernah mengatakan “ah” apalagi menghardik, maka sudah sepatutnya seorang pendidik atau guru menyikapi persoalan peserta didiknya dengan sabar dan bertutur kata lembut.

Pada hakikatnya nasehat menasehati merupakan bentuk kasih sayang yang Allah titipkan dalam diri manusia, agar sesama muslim terpupuk ukhuwah islamiah yang erat. Begitupun dalam menyampaikan pembelajaran guru bersama peserta didik layaknya ibu/bapak dengan anak-anaknya, harus terjalin keakraban dan kekeluargaan agar tercurah perhatian dan kasih sayang secara natural, dengan harapan proses pembelajaran dapat mendatangkan kemudahan bagi peserta didik dalam memahami, mengingat, mengaplikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasikan ilmu pengetahuan yang diperolehnya dalam kehidupannya kelak di tengah masyarakat. Bukankah Nabi selalu berpesan pada para sahabat untuk mempermudah, bukan mempersulit, segala urusan ketika mereka diutus untuk suatu tugas, sebagaimana hadist Dari Abi Musa, katanya: “Bila Rasul saw., mengangkat seorang kerabatnya untuk melakukan sutu urusan, beliau berkata: “Informasikanlah berita bahagia dan jangan memberi ancaman, permudah urusan mereka tidak mempersulit”. (HR. Muslim).

Layaknya proses penciptaan manusia secara runtut yang terdapat dalam QS. Al-Mu’minun: 12-14, yang dapat disimpulkan bawasanya Allah swt., telah menciptakan manusia dari segumpal tanah, lalu dari air mani dijadikan segumpal darah, dari darah berproses menjadi segumpal daging, kemudian diberi tulang dan dibungkus dengan daging, sehingga berbentuk. Maka begitu pula proses pembelajaran diisyaratkan untuk disampaikan seorang pendidik atau guru bersama peserta didiknya. Sampaikanlah pembelajaran secara runut dan bertahap, dari yang mudah dipahami ke tingkat tersulit menurut pandangan manusia agar proses pembelajaran menjadi bermakna, melekat kuat di dalam diri peserta didik. Sebagaimana hadist yang menceritakan bahwa Nabi saw., mengajar dan menyampaikan ilmu secara bertahap. “Dari Abi ‘Abd al-Raḥman, telah menyampaikan hadits seseorang yang terbiasa membimbing kami, dari sahabat Nabi Muhammad saw., bahwa mereka pernah mempelajari 10 (sepuluh) ayat dari Rasulullah Saw., mereka tidak akan melanjutkan 10 (sepuluh) ayat lainnya sebelum menguasai dengan sungguh-sungguh setiap ilmu yang terdapat pada ayat-ayat tersebut dan mempraktekkannya, hingga kami (betul-betul) mengetahui ilmu dan amal”. (HR. Ahmad).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karakteristik seorang pemimpin pembelajaran memberi dampak yang kuat bagi peserta didiknya. Sebagaimana sebuah peribahasa, apabila seorang pemimpin pembelajaran mencontohkan kencing berdiri maka dapat dipastikan seorang peserta didik akan belajar kencing berlari. Dapat dipahami bahwa karakteristik seorang guru benar-benar menjadi panutan bagi peserta didik, oleh karenanya jadilah guru ideal yang dapat digugu dan ditiru, serta dirindukan sepanjang masa.(*)

Penulis : Maya Puspitasari,S.Pd.I, Guru SMPN 3 Pante Bidari. email. mayapuspitasari72@guru.smp.belajar.id