Terang Datok, sepanjang 20 kilometer yang harus dilakukan pengerasan badan jalan, melewati Dusun Mentawak 1, 2, 3 dan Dusun Inpres, yang akses masuknya melalui pintu gerbang perbatasan Aceh – Sumut.
KUALASIMPANG | atjehdaily.id – Datok Penghulu [Kepala Desa] Alur Mentawak. Jajang, menaruh harapan besar pada Pemerintah Aceh Tamiang, sesegera mungkin untuk membangun pengerasan jalan poros utama yang menghubungkan, antar Desa, antar kecamatan dan lintas Aceh – provinsi Sumatera Utara.
“Jika musim hujan tiba, warga kami tidak bisa keluar dari Kampung Alur Mentawak begitu juga sebalik arah luar menuju ke dalam kampung. Harus menunggu jalan kering. Sebab jika musim hujan tiba, jalan bak kubangan bubur lumpur,” tegas Datok Jajang pada atjehdaily.id. Selasa, 3 Juni 2025 dari Kualasimpang.
Sebut Jajang, warga sangat kesulitan mengeluarkan hasil komoditi keluar kampung. Ditambah lagi jalan menuju produksi komoditi bagai jalan tikus [Tidak ada badan jalan, melainkan jalan setapak] yang penuh lumpur.
Tentu, ini sangat merugikan warga Alur Mentawak, yang mayoritasnya Petani dan Pekebun aktif. “Kalau karet ndak apa-apalah, sebab tidak busuk, kalau sawit, begitu di petik kena hujan yang meleleh, rendemennya jadi jelek,” jelas Jajang.
Sebanyak 2300 jiwa sangat menaruh harapan besar pada pemerintah Aceh Tamiang, untuk segera membuat program pengerasan. “Kita siap membuat Detail Engineering Design (DED) nya untuk pengerasan jalan ini, memang sangat kita butuhkan dan dambakan,” beber Jajang.
Terang Datok, sepanjang 20 kilometer yang harus dilakukan pengerasan badan jalan, melewati Dusun Mentawak 1, 2, 3 dan Dusun Inpres, yang akses masuknya melalui pintu gerbang perbatasan Aceh – Sumut.
Menurut Jajang, jika pengerasan badan jalan ini terlaksana, akan melepaskan keterikatan pengenaan pajak jalan, sebab untuk mengeluarkan komoditi harus melalui jalan Desa di kabupaten Langkat dan membayar pajak lewat. Warga Haloban memasang palang, pintu keluar masuk akses komoditi Kampung Alur Mentawak.
“Saya tekankan, sangat memohon sekali, pengerasan jalan ini bisa terlaksana. Puluhan tahun kami menderita karena akses yang jelek. Hingga kami tahun 2022 lalu lepas dari perkebunan PT. Semadam. Sebab sudah menjadi kampung yang definitif. Kami sangat memohon agar pemerintah Aceh Tamiang memikirkan kampung kami,” pungkas Jajang. [Syawaluddin].