RDP dan ‘Halusinasi’ Warga Alur Mentawak yang ‘Bernokhtah’

oleh -132 Dilihat
RDP dan ‘Halusinasi’ Warga Alur Mentawak yang 'Bernokhtah'.

Mampukah RDP yang didapuk Dewan terhormat mengembalikan hak-hak masyarakat?, notabene mereka Wakil Rakyat. Warga Alur Mentawak menggantungkan ekspektasi itu pada anda-anda sekalian, kita tunggu hasil rekomendasi dan kelanjutannya. Aamiinnn.

TAMPAK RAPI SUSUNAN KURSI di ruang sidang Badan Anggaran (Banggar)Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tamiang.

Suasana masih terlihat hening pagi itu, hanya puluhan perwakilan masyarakat Desa Alur Mentawak dengan Datok Penghulunya [Kepala Desa] dan perangkat desa mereka yang baru hadir.

Wajah-wajah penuh ekspektasi itu, saling tatap satu sama lainnya. Mereka [Warga Alur Mentawak] hadir di gedung terhormat ini untuk mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait ada kelebihan tanah seluas 109 hektar yang dikelola PT. Semadam sejak tahun 1990 di luar Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan besar bidang perkebunan Kelapa Sawit dan Karet itu.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 10.15 WIB, masyarakat Desa Alur Mentawak sudah hadir di ruang banggar sejak pukul 09.30 WIB. Mereka saling tatap, jam berapa RDP digelar? Seorang dari mereka nyeletuk “Undangannya jam 09.00 WIB, ini sudah mau jam 11.00 WIB kenapa ya?,” gumam seorang perwakilan desa Alur Mentawak.

RDP tersebut adalah bagian dari upaya perjuangan masyarakat Alur Mentawak untuk mendapatkan hak-hak Desa, yang digarap PT. Semadam di luar HGU perusahaan tersebut.

Tepat pada pukul 10.45 WIB, terlihat ketua Komisi I, Desi Amelia memasuki ruangan Banggar, seketika suasana berubah sumringah, sebab yang mereka tunggu telah datang.

Baru kemudian diikuti oleh anggota Komisi I lainnya, Herawati, Tri Astuti dan Luthfi. Pentolan Komisi I sudah hadir yang dikomandoi Desi Amelia.

Tak lagi mengulur waktu, Desi pun membuka RDP dimaksud. Dia membentang beberapa poin tuntutan masyarakat Alur Mentawak.

Untuk membuka khasanah berpikir, atas tuntutan agar tetap di atas rel terkait pembahasannya.

Setelah Desi selesai membalik satu persatu masalah, Dia pun mengakhirinya dan meminta ketua Forum Corporate Social Responsibility (F-CSR) atau Tanggung Jawab Sosial Dilingkungan Perusahaan Aceh Tamiang sebagai lembaga pendamping dan Forum Warga Alur Mentawak untuk Peningkatan Kesejahteraan (FW-AMPK). Sayed Zainal M, SH. Membuka lembaran kasus demi kasus.

Sayed pun, memaparkan beberapa tuntutan masyarakat, di antaranya menanyakan izin HGU PT. Semadam yang baru tahun 2020, dari perpanjangan HGU lama Nomor U-179 SK HGU Nomor 13/HGU/DPN/1990 sertifikat HGU 17 Juni 1990 luas 347,8 Ha di Alur Mentawak kecamatan kejuruan muda dulu di desa semadam.

Dia menanyakan luasan perpanjang HGU PT. Semadam apakah masih sama dengan terdahulu seluas 347,8 hektar?, yang ada di afdeling lII Alur Mentawak pada Patok Batas Utama (PBU) 33 sampai
dengan 38 terdapat lokasi Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan PBU 37 s/d 38 terdapat Areal Penggunaan Lain (APL) berdasar pencitraan peta, lokasi mencapai seluas +109 hektar berada di lokasi di luar HGU.

Mengingat di dalam lokasi yang disebut Sayed terdapat tanaman karet dan sampai saat ini masih dipanen atau dimanfaatkan oleh PT. Semadam yang dikelola oleh pihak ketiga.

“Selanjutnya, bagaimana dengan yang ada di Afdeling I dan II, lokasinya ditanami sawit?,” tanya Sayed.

Pada sidang RDP itu, F-CSR minta pada PT. Semadam untuk menunjukan secara terbuka izin HGU Baru dan Peta Lokasinya. “Saya perlu memperoleh penjelasan dari Kantor ATR/BPN dan Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang,” cecarnya.

Tak hanya itu, F-CSR dan FW-AMPK Mempertanyakan tanggung jawab perusahaan PT. Semadam atas kewajiban fasilitas pembangunan kebun plasma kepada masyarakat terutama Desa Alur Mentawak minimal 20% dari luas kebun yang dikelola perusahaan tersebut sebagai kewajiban.

Apalagi tanggung jawab dilingkungan perusahaan tersebut diatur dalam Qanon Aceh nomor 6 tahun 2012 tentang perkebunan sesuai pasal 14 s/d 16 dan ketentuan pidana pasal 51 nomor
10 tahun 2013 tentang Pedoman Izin Usaha Perkebunan.

Turunannya Qanun Aceh Tamiang pasal 27 ayat 1 s/d 5 dan pasal 28 ayat 1 dan 2 ketentuan pidana; Permentan RI No 98/Permentan 10T.140/ 0/2013, tentang Pedoman pembangunan kebun Plasma; Permentan RI No. 18 Tahun 2021 tentang Fasilitas Pembagunan masyarakat sekitar (Plasma).

F-CSR dan FW-AMPK desak minta dijelaskan oleh Perusahaan dan informasi yang dihimpun di lapangan oleh Datok Penghulu/Tokoh Masyarakat atas temuan mereka.

“Saya [F-CSR] mempertanyakan pada perusahaan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan di Desa Alur Mentawak sejak tahun 2022 hingga saat ini. Apa yang pernah dibantu atau di salurkan perusahaan? Dan mana laporan perusahaan PT. Semadam atas kegiatan perusahaan tunjukkan laporan triwulan sejak tahun 2022 s/d 2025 kepada kami, sebagai lembaga resmi yang ditunjuk pemerintah berdasarkan SK Bupati,” tanya Sayed.

Selesai Sayed membeberkan kasus per kasus, Desi pun mengambil alih mikrofon dan meminta pihak Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Aceh Tamiang untuk menjawab beberapa poin masalah.

Namun pihak BPN tidak dapat memberikan jawaban pencerahan agar kasus PT. Semadam menjadi terang benderang.

Jawabannya klasik sekali, Kepala Kantor (Kakan) ATR/BPN Aceh Tamiang yang baru mengatakan kalau HGU PT. Semadam masih seperti yang lama, terkait minta ditunjukkan ijin HGU yang diperpanjang, dikatakan bahwa; harus meminta ijin ke Menteri ATR/BPN terlebih dulu.

Dan kewenangan itu ada di Kantor Wilayah (Kanwil) BPN provinsi, bukan kewenangan Kabupaten untuk menunjukkan Kadastral tersebut.

Padahal secara hirarki kelembagaan, mustahil tidak ada lampiran di kantor BPN Aceh Tamiang.

Masyarakat Alur Mentawak, mendapat jawaban seperti itu, kecewa dengan Kakan ATR/BPN Aceh Tamiang, bukan memberi pencerahan sebaliknya, seperti terbungkam dengan situasi.

“Kok begitu jawaban Kakan ATR/BPN Aceh Tamiang ya, seharusnya ada solusi baik, bagi warga Alur Mentawak dan Perusahaan. Malah terkesan membela,” celetuk seorang warga.

Saat Desi meminta jawaban klarifikasi dari PT. Semadam. Langsung dijawab oleh tim Legalnya, Mahrujar Nasution bahwa; ijin HGU PT. Semadam yang baru sesuai dengan yang lama seluas 347,8 hektar.

Kelebihan 109 hektar seperti yang disampaikan lembaga pendamping, include di dalam 347,8 hektar. Diakui bahwa, 109 hektar kelebihan itu ada di dalam Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Areal Penggunaan Lain (APL).

Dikatakan Mahrujar, saat ini sedang dalam tahap pelepasan, “Ya kita sedang menunggu hasilnya, tetapi itu include di dalam HGU yang sekarang seluas 347,8 hektar, tidak di luar HGU,” jelasnya.

Terkait Plasma, sudah dilakukan sesuai dengan aturan berlaku. Saat ini plasma dilakukan kerja sama dengan beberapa kelompok tani yang ada, masuk dalam agenda Calon Petani Calon Lahan (CPCL).

Namun Mahrujar saat di tanya Kelompok Tani yang mana?, tidak dijawab oleh manajemen perusahaan PT. Semadam. Dan itu masih menjadi tanda tanya.

Sebab, menurut warga. Selama Alur Mentawak berubah status menjadi Kampung pada tahun 2022 lalu, sampai saat ini pihak Kampung tidak ada plasma yang di garap kelompok tani di kampung itu.

Malah warga menyebut, alat berat yang didatangkan PT. Semadam untuk memperbaiki jalan, bukan jalan kampung. Tetapi jalan HGU, bertopeng CSR untuk mencari suara isteri Manajer Operasional Rusli yang ikut mencalonkan diri menjadi anggota DPRK.

Sama sekali foto yang diperlihatkan di RDP tersebut, tidak ada kaitannya dengan program CSR, mainkan murni kegiatan politik untuk mencari suara.

Kegelisahan warga memuncak bukan di dalam ruang RDP, tetapi di luar ruang. Sebab dianggap PT. Semadam tidak kooperatif terkait data HGU.

Padahal warga ingin sekali memberikan jawaban atas tanggapan manajemen PT. Semadam terkait operasionalnya. Yang dianggap tidak terbuka untuk menunjukkan alat bukti perusahaan.

Namun waktu yang diberikan di RDP sangat singkat, sehingga para saksi kunci yang menjadi korban pencaplokan tanah, tidak ada kesempatan untuk diberi kesempatan berbicara.

Sebaliknya kecurigaan dan praduga warga sangat beralasan, kenapa RDP diperlambat, tak lain agar waktu berjalannya RDP menjadi singkat, sehingga tidak ada ruang untuk memberi jawaban dari warga terkait ketidakterbukaan pihak BPN dan Perusahaan.

“Pihak kami sangat dirugikan dari RDP yang di gelar ini, sebab kami tidak di beri waktu untuk memberikan tanggapan pada RDP ini, gujuk-gujuk langsung di tutup saja oleh ketua Komisi,” celetuk warga pasca RDP.

Sebaliknya Pelaksana Tugas (PLT) Sekretaris Daerah Aceh Tamiang Adi Darma sepakat agar dilakukan ukur ulang pada titik-titik lokasi yang bersengketa dengan masyarakat.

Apalagi itu, menyahuti pernyataan presiden untuk membasmi mafia tanah baik di Provinsi maupun Kabupaten. Yang banyak merugikan masyarakat.

“Saya sangat sepakat jika dilakukan ukur ulang pada lokasi yang di duga berseberangan dengan perusahaan, sebab Gubernur Aceh juga telah perintahkan para Bupati untuk mengecek dan mengukur ulang HGU di daerahnya masing-masing,” jelas Adi Darma.

Sedangkan Datok Penghulu Alur Mentawak. Jajang Sunarya, MPd mengatakan, bahwa. Dugaan 109 hektar kelebihan HGU tersebut di luar dari luas HGU 347,8 hektar.

Dugaan dan hasil investigasi kampung Alur Mentawak PT. Semadam menguasai lahan lebih dari 400 hektar, tidak seperti yang di klaim perusahaan.

Selain itu juga, pihaknya tidak pernah ada plasma binaan PT. Semadam dari 2022 sampai saat ini.

“Sejak kampung ini terbentuk tahun 2022 lalu, hingga kini kami tak tahu kalau ada plasma yang dibentuk perusahaan di luar kampung kami ini, pastinya untuk Alur Mentawak tidak ada Plasma PT. Semadam di sini,” jelas Jajang.

Begitu juga CSR, sebut Jajang. Menurutnya PT. Semadam tidak pernah menyalurkan CSR nya di Kampung Alur Mentawak.

“Jadi kami perlu RDP untuk mencari saling keterbukaan, agar masalahnya menjadi terang benderang. Jangan ada para pihak menutup-nutupi masalah ini dan kami tidak sampai di sini saja berjuang, lanjut sampai ke provinsi atau ke pusat, sebab ini hak kami sebagai warga negara, yang kami tuntut juga haknya kampung,” beber Jajang.

Disisi lain, Sayed turut menambahkan bahwa; Perusahaan TDK mau menunjukan izin HGU Baru THN 2020 termasuk Peta HGU perusahaan.

Perusahaan tetap mengakui HGU mereka seluas 347,8 ha,tidak ada di luar HGU, namun masyarakat mengindikasikan 109 Ha ada diluar HGU yg masih dikelola dgn PT Semadam yg pemanfaatan di kelola oleh Pihak 3.

Dan dasar Bukti lapangan serta keterangan Datok, kalau PT. Semadam sejak Izin HGU tahun 1990 dan Izin HGU baru tahun 2020, sama sekali tidak melakukan pembangunan Kebun Plasma sampai bulan Juni 2025 yang sesuai Aturan.

“Hari ini, Warga yang tergabung dalam FW-AMPK, Datok dan F-CSR. Mendesak dan Akan menyurati Gubernur Aceh, Bupati Aceh Tamiang untuk segera membentuk Tim pengukuran ulang titik Lokasi HGU PT. Semadam yang bermasalah dengan masyarakat Alur Mentawak, apalagi itu, ditemukan ada lokasi Kawasan HPT yang bangun dan ditanam Karet oleh PT. Semadam di sekitar Patok Pilar Batas Utama (PBU 33 sampai dengan 37) berbatasan dengan kawasan Desa Haloban Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat Sumut,” pungkasnya.

Mampukah RDP yang didapuk Dewan terhormat mengembalikan hak-hak masyarakat?, notabene mereka Wakil Rakyat. Warga Alur Mentawak menggantungkan ekspektasi itu pada anda-anda sekalian, kita tunggu hasil rekomendasi dan kelanjutannya. Aamiinnn. [Syawaluddin].