Banda Aceh l AP-Sekretaris Utama (Sestama) BNPT , Mayjen TNI Gautama Wiranegara menyebutkan, kearifan budaya lokal akan mampu mencegah paham radikalisme di Indonesia.
Hal tersebut disampakan pada kegiatan Dialog Pelibatan Komunitas Seni Budaya dalam Pencegahan Terorisme melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Aceh, dengan tema “Sastra Cinta Damai, Cegah Paham Radikal” di Banda Aceh, Rabu, 12 April 2017.
“Suatu kebahagian luar biasa bagi kami, untuk dapat senantiasa menjalin tali silaturahmi, berkumpul dengan para tokoh masyarakat, khususnya sastrawan, seniman, dan budayawan pada kegiatan ini, dalam rangka meningkatkan kewaspadaan kita, terhadap berbagai potensi ancaman terorisme, yang mengganggu keamanan dan perdamaian bangsa, khususnya Aceh kita tercinta,” ujar mantan Kepala BIN Daerah Aceh.
Menurut jenderal bintang dua ini, setidaknya ada beberapa hal yang menjadi kunci keberhasilan dalam menanggulangi terorisme. Pertama katanya, sinergi seluruh komponen bangsa. Negara, melalui aparatur pemerintahan tidak bisa sendirian dalam mencegah terorisme.
“Butuh keterlibatan semua pihak dalam melakukan upaya mulia tersebut. Pada konteks inilah, Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di daerah, merupakan bentuk kongkret sinergi dan kerjasama, sekaligus silaturahmi yang kuat antara pemerintah melalui jajarannya, dengan elemen masyarakat, tokoh agama, tokoh adat seni budaya, tokoh media massa, tokoh pemuda dan perempuan, serta tokoh pendidikan, di Aceh dan seluruh Indonesia,” ujarnya.
Kedua lanjut dia, penguatan nilai-nilai budaya lokal dapat mencegah paham radikal, kebudayaan dan kearifan lokal yang merupakan penguat solidaritas dan kohesifitas masyarakat.
“Masyarakat Indonesia yang majemuk, pada umumnya merupakan mayoritas umat beragama dengan pandangan yang moderat, menjunjung tinggi toieransi, kerukunan, dan perdamaian. Kekuatan nilai Iokal ini banyak bertumpu pada peran tokoh adat seni budaya, tokoh agama, dan tokoh masyarakat. Karena itulah, sudah sepantasnya para tokoh tersebut memainkan peran signifikan sebagai garda depan dalam menyelesaikan persoalan lokal, termasuk persoalan radikalisme dan terorisme. Kita percaya, nilai – nilai budaya dan kearifan Iokal di Indonesia, tidak ada yang kompatibel dengan terorisme, bahkan terorisme itu,” katanya.
Sambungnya, aksi terorisme sebenarnya berbanding terbalik dengan semua norma – norma kemanusiaan universal dan aksi dan ancaman kekerasannya, kerap menghantui kedamaian masyarakat dan kedaulatan bangsa ini.
“Tidak mungkin diatasi oleh strategi tunggal, karena kelompok teror selalu bergerak dinamis mengadaptasi perubahan Iingkungan strategis, baik Iokal, nasional, maupun global. Mereka juga menghalalkan segala cara dan aneka tipu daya, melalui berbagai media, baik di dunia nyata maupun dunia maya, untuk mempengaruhi warga masyarakat kita, utamanya generasi muda,” jelasnya.
Kemudian urainya, berbagai kebijakan yang diambil oleh negara sebagai pengalaman menanggulangi terorisme, telah menyadarkan semua pihak, bahwa terorisme bukan persoalan pelaku, jaringan, sasaran, dan aksi brutalnya saja.
“Terorisme adalah persoalan ideologi, keyakinan, dan pemahaman yang keliru tentang cita-cita yang tidak sesuai dengan pandangan hidup bangsa, yakni Pancasila. Karena itulah, peluru tajam, penangkapan, dan penegakan hukum semata, dirasa belum cukup untuk memutus aktifitas terorisme di Indonesia,” pungkasnya. (ARIFIN)
Foto: Sekretaris Utama (Sestama) BNPT, Mayjen TNI Gautama Wiranegara sedang memberi kata sambutan. Foto: Arifin/APC